MAKALAH HIDROSFER
OLEH :
KELOMPOK
VI
MUSYABIRAH
DWI HARDIYANTI
TANZILAH MUTMAINNAH
NUR ISMIYANTI
RAHMANIAR
ARDI
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN IPA
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
NEGERI MAKASSAR
2015
Kata pengantar
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Tidak lupa salawat serta salam semoga selalu
tercurah dan terlimpah kepada junjungan kita Besar Nabi Muhammad SAW yang kita
nantikan safaatnya di hari kiamat nanti.
“Tiada gading yang tak retak”. Begitu juga
dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa banyak kesalahan dan kekurangannya.
Oleh karena itu, saran dan kritik dari dosen pengampuh dan teman-teman sangat
kami harapkan guna penyempurnaan makalah ini. Akhirul kalam,
Wassalamualaikum Wr. Wb.
BAB 1
PENDAHULUAN
A. latar belakang
Dalam
kehidupan sehari-hari kita memerlukan air bersih untuk minum, memasak, mencuci
dan keperluan lain. Air tersebut mempunyai standar 3 B yaitu tidak berwarna,
tidak berbau, dan tidak beracun. Tetapi adakalanya kita melihat air yang
berwarna keruh dan berbau serta sering kali bercampur dengan benda-benda sampah
seperti kaleng, plastik, dan sampah organic. Pemandangan seperti ini kita
jumpai pada aliran sungai atau dikolam-kolam. Air yang demikian biasa disebut
air kotor atau disebut pula air yang terpolusi.Darimana polutan itu berasal
?Bagi kita, khususnya masyarakat pedesaan sungai adalah sumber air sehari-hari.
Sumber polutan dapat berasal dari mana-mana. Contohnya limbah-limbah industri
dibuang dan dialirkan ke sungai. Semua akhirnya bermuara di sungai dan
pencemaran polutan air ini dapat merugikan manusia bila manusia mengkonsumsi
air yang tercemar. Maka dari itu kelompok kami ingin membahas upaya pencegahan
pencemaran air melalui makalah ini.
B. Rumusan Masalah
·
Apa itu hidrosfer?
·
Apa yang dimaksud dengan siklus hidrosfer ?
·
Bagaimana Unsur-Unsur Utama Siklus Hidrologi ?
·
Bagaimana Gambaran Daerah Aliran Sungai (DAS)?
·
Bagaimana Potensi Air Permukaan dan Air Tanah?
·
Apa Penyebab, Dampak, serta Usaha Mencegah
Terjadinya Banjir?
·
Apa saja jenis-jenis Perairan di Muka
Bumi?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini pada dasarnya ialah ingin mengetahui bagaimana Dinamika Perubahan Hidrosfer dan Dampaknya terhadap Kehidupan di Muka Bumi.
BAB 2
PEMBAHASAN
Hidrosfer merupakan
daerah perairan yang mengikuti bentuk bumi yang bulat. Hidrosfer berasal dari
kata hidros yang berarti ’air’ dan sphere yang berarti ’daerah’
atau ‘bulatan’. Daerah perairan ini meliputi samudra, laut, danau, sungai,
gletser, air tanah, dan uap air yang terdapat di atmosfer. Hidrosfer menempati
sebagian besar muka bumi karena 75% muka bumi tertutup oleh air. Jumlah air
yang tetap dan selalu bergerak dalam satu lingkaran peredaran membentuk suatu
siklus yang dinamakan siklus hidrologi, siklus air, atau daur
hidrologi.
Penguapan air yang
terjadi di permukaan bumi terutama samudra dan laut disebabkan oleh panas
matahari. Uap air yang terbentuk akan bergerak naik ke udara yang segera
diikuti penurunan suhu. Setelah sampai pada ketinggian tertentu, uap air yang
mengalami kondensasi (pengembunan) dan berubahlah menjadi embun atau awan, dan
akhirnya embun berubah menjadi hujan atau salju.
Ada tiga macam siklus hidrologi, yaitu:
1. Siklus Kecil
Karena pemanasan
matahari, terjadi penguapan air laut yang berkumpul menjadi awan. Pada
ketinggian tertentu karena kondensasi terjadi titiktitik air yang berkumpul
semakin lama semakin besar volumnya, kemudian jatuh sebagai hujan. Selanjutnya
air kembali ke laut.
2. Siklus Sedang
Mula-mula terjadi
penguapan air laut sehingga terbentuk awan. Awan terbawa oleh angin ke daratan
dan terjadi kondensasi. Karena kondensasi akhirnya awan jatuh sebagai hujan.
Sebelum kembali ke laut, air hujan tersebut masuk ke dalam tanah,
selokan-selokan, terus mengalir ke sungai sungai, dan kembali ke laut.
3. Siklus Panjang
Prosesnya sama dengan
siklus sedang. Hanya setelah terjadi kondensasi, titik-titik air terbawa angin
ke tempat yang lebih tinggi sehingga menjadi kristal-kristal es.
Kristal-kristal es tersebut masih terbawa angin ke puncak gunung kemudian jatuh
sebagai salju, terjadi gletser, mengalir ke sungai, dan akhirnya kembali ke
laut.
Dengan memahami
konsep daur hidrologi secara luas, pengertian istilah daur dapat digunakan
sebagai konsep kerja untuk analisis dari berbagai permasalahan, misalnya dalam
perencanaan dan evaluasi pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai). Di dalam daur
hidrologi, masukan berupa curah hujan akan didistribusikan melalui beberapa
cara, yaitu air lolos (througfall), aliran batang (stemflow), dan
air hujan yang langsung ke permukaan tanah. Sedangkan air larian dan air
infiltrasi akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran dan sebagian lagi
menjadi air tanah.
Siklus hidrologi
besar terjadi di dalam DAS, dalam mempelajari DAS, daerah aliran sungai
biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah, dan hilir. Secara biogeofisik
daerah hulu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: merupakan daerah konservasi,
kemiringan lereng besar (>15%), bukan merupakan daerah banjir. Jenis
penggunaan lahan merupakan hutan, mempunyai bentuk lembah sungai V. Daerah
hilir DAS mempunyai ciriciri sebagai berikut: merupakan daerah budi daya,
kemiringan lereng kecil (<8%), dan beberapa tempat merupakan daerah banjir.
Jenis penggunaan lahan
didominasi tanaman pertanian, mempunyai bentuk lembah sungai U dan pengaturan
pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi. Daerah aliran sungai yang
tengah merupakan daerah transisi dari kedua karakteristik DAS yang berbeda
tersebut di atas. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai
fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. Perlindungan ini, antara lain,
dari segi fungsi tata air. Erosi yang terjadi di daerah hulu akibat praktik
bercocok tanam yang tidak mengikuti kaidahkaidah konservasi tanah dan air atau
akibat pembuatan jalan yang tidak direncanakan dengan baik tidak hanya
berdampak di daerah erosi tersebut berlangsung, tetapi juga akan menimbulkan
dampak di daerah hilir dalam bentuk penurunan kapasitas tampung waduk sehingga
terjadi pendangkalan sungai dan saluran irigasi yang meningkatkan risiko
banjir. Demikian juga penebangan hutan secara terus-menerus di daerah hulu akan
menimbulkan peningkatan laju erosi di daerah tengah dan hilir.
Dengan demikian,
kondisi hidrologis DAS yang baik sangat dipengaruhi oleh pemanfaatan dan
konservasi lahan di wilayah DAS tersebut. Siklus air terjadi karena adanya
proses-proses yang mengikuti gejala meteorologis dan klimatologis, antara lain,
sebagai berikut.
a.
Transpirasi,
adalah proses pelepasan uap air dari tumbuh-tumbuhan melalui stomata atau mulut
daun.
b.
Evaporasi, adalah penguapan benda-benda
abiotik dan merupakan proses perubahan wujud air menjadi gas. Penguapan di bumi
80% berasal dari penguapan air laut.
c.
Evapotranspirasi,
adalah proses gabungan antara evaporasi dan transpirasi.
d.
Kondensasi, merupakan proses perubahan wujud
uap air menjadi air akibat pendinginan.
e.
Presipitasi,
merupakan segala bentuk hujan dari atmosfer ke bumi yang meliputi hujan air,
hujan es, dan hujan salju.
f.
Run off
(aliran permukaan), merupakan pergerakan aliran air di permukaan tanah melalui
sungai dan anak sungai.
Jenis jenis perairan di muka bumi
Sungai adalah air
tawar yang mengalir dari sumbernya di daratan menuju dan bermuara di laut,
danau, atau sungai lain yang lebih besar. Aliran sungai merupakan aliran yang
bersumber dari tiga jenis limpasan, yaitu: limpasan yang berasal dari anak-anak
sungai dan limpasan dari air
tanah.
Ada berbagai bentuk atau tipe sungai, yaitu:
1)
sungai
consequent longitudinal,
merupakan sungai yang mempunyai aliran yang sejajar dengan antiklinal;
2)
sungai
consequent lateral, merupakan sungai yang mempunyai arah aliran menuruni
lereng-lereng asli yang ada di permukaan bumi seperti done, blockmountain,
atau dataran yang baru terangkat;
3)
sungai
superimposed,
merupakan sungai yang mengalir pada lapisan sedimen datar yang menutupi lapisan
batuan di bawahnya;
4)
sungai
subsequent, merupakan sungai
yang terjadi jika di daerah sungaim consequent lateral terjadi erosi
mundur sampai ke puncak lerengnya, sehingga sungai tersebut akan mengadakan
erosi ke samping dan memperluas lembahnya, akibatnya akan timbul aliran baru
yang mengikuti arah strike (arah patahan);
5)
sungai
resequent, yakni sungai yang
mengalir menuruni dip slope (kemiringan patahan) dari formasi-formasi
daerah tersebut dan searah dengan sungai consequent lateral dan
sering merupakan anak sungai subsequent;
6)
sungai
antecedent, merupakan
sungai yang arah alirannya tetap karena dapat mengimbangi pengangkatan yang
terjadi pada proses yang lambat;
Pola Aliran Sungai
Ada berbagai pola aliran sungai sebagai
berikut.
a)
Paralel, adalah pola aliran yang lurus atau hampir
lurus ke tempat yang lebih rendah, terdapat pada suatu daerah yang luas dan
miring sekali sehingga gradien dari sungai itu besar.
b)
Rectangular,
merupakan pola aliran siku-siku di mana pola
aliran ini terdapat daerah yang mempunyai struktur patahan, atau hanya joint
(retakan).
c)
Angulate,
merupakan pola aliran yang hampir membentuk
sudut 90o, tetapi sungai-sungai masih terlihat mengikuti garis-garis patahan.
d)
Radial
centrifugal, merupakan
pola aliran pada kerucut gunung berapi atau dome sampai stadium muda
dengan pola aliran menuruni lereng-lereng pegunungan.
e)
Radial
centripetal, merupakan
pola aliran pada suatu kawah atau crater dan suatu kaldera dari gunung
berapi atau depresi lainnya, yang pola alirannya menuju ke pusat depresi
tersebut.
f)
Trellis,
merupakan pola aliran yang berbentuk, seperti
tralis dengan bentukan antiklin dan sinklin yang pararel.
g)
Annular,
merupakan variasi dari radial pattern,
yang terdapat pada suatu dome atau kaldera yang sudah mencapai stadium dewasa
dan sudah timbul sungai consequent, subsequent, resequent, dan
obsequent.
h)
Dendritic,
adalah pola aliran yang mirip cabang atau
akar tanaman, terdapat pada daerah yang batu-batuannya homogen, dan
lerenglerengnya tidak begitu terjal, sehingga sungai-sungainya tidak cukup mempunyai
kekuatan untuk menempuh jalan yang lurus dan pendek.
2) Meander Sungai
Meander atau bentuk
kelokan kelokan aliran sungai, sering didapati pada aliran sungai di daerah
dataran rendah. Meander terjadi karena adanya reaksi antara aliran sungai dan
batu-batuan yang homogen dan kurang resisten terhadap erosi. Terdapat dua sisi
pada lengkungan meander. Undercut adalah berpindahnya aliran air yang
disebabkan oleh sedimentasi pada bagian lengkung meander sehingga aliran air di
luar lebih cepat daripada arus air pada sisi dalamnya. Kondisi ini menyebabkan
sisi luar lengkung tererosi dan hasil erosinya terendap di bagian dalam. Jika
berlangsung secara terus menerus, dapat membentuk setengah lingkaran atau
bahkan hampir melingkar penuh.
Batas daratan yang
sempit yang memisahkan antara tikungan yang satu dan tikungan lainnya akhirnya
terpotong oleh saluran yang baru, dan terbentuklah danau tapal kuda atau danau
mati (oxbow lake). Sungai San Juan merupakan salah satu contoh sungai
bermeander berelief kasar, karena melakukan erosi pendalaman terhadap batuan
dasar sehingga sungai tersebut berkedudukan tepat di dasar lembahnya.
3) Delta
Delta adalah
endapan yang terbentuk di ujung aliran yang sudah dekat muara di laut atau
danau. Ada berbagai bentuk dan ukuran delta. Berbagai faktor yang menyebabkan
terjadinya delta, antara lain, musim, kecepatan aliran sungai, dan jenis batuan.
4) Identifikasi Berbagai Proses
Pelapukan/Pengikisan Sungai
Erosi (pengikisan),
pengangkutan (transportasi), dan penimbunan atau pengendapan (sedimentasi) yang
terjadi secara alami ketika air mengalir. Kemiringan daerah aliran sungai,
volume air sungai, dan kecepatan aliran air merupakan faktor yang
memengaruhinya. Aktivitas pengikisan akan semakin meningkat jika kemiringan
aliran air sungai makin besar, sedangkan di daerah datar yang kecepatan airnya lambat
penimbunan atau pengendapan material akan semakin intensif.
5) Lembah Sungai
Lembah sungai
merupakan hasil pengikisan air yang mempunyai bentuk permukaan yang lebih
rendah daripada bagian lainnya. Pertumbuhan suatu lembah sungai dapat berjalan
melalui tiga proses, yakni: pendalaman, pelebaran, dan pemanjangan.
a)
Pendalaman
lembah sungai
Perbedaan
ketinggian yang besar menyebabkan proses erosi di daerah hulu sungai. Kekuatan
aliran erosi bekerja dengan cara menumbuk dan menggerus dasar sungai. Cara kerja
ini disebut sebagai pengikisan hidrolik. Pengikisan dan pendalaman saluran juga
dipercepat oleh terjadinya pengikisan mekanik. Pengikisan mekanik ini
dipercepat oleh serpihan batuan yang terbawa oleh aliran yang deras. Selain
itu, terjadi pula pengikisan kimiawi yaitu proses pelarutan dan reaksi asam
terhadap dasar dan tepi saluran sungai.
b)
Pelebaran
lembah sungai
Lambatnya kecepatan arus air di daerah datar menyebabkan
proses erosi ke samping (lateral) sehingga erosi lateral lebih pada melebarnya
lembah sungai. Erosi lateral juga dibarengi dengan proses agradasi atau
penambahan endapan yang berasal dari materi longsoran (mass wasting) dari
lereng atasnya. Kondisi ini dapat mempercepat terjadinya pelebaran lembah sungai.
c)
Pemanjangan
lembah sungai
Penurunan permukaan laut yang menyebabkan daratan bertambah maju,
pertumbuhan delta yang menambah luas daratan merupakan penyebab terjadinya
pemanjangan lembah. Perkembangan lembah sungai dapat dijadikan sebagai penunjuk
umur lembah tersebut, umur ini adalah umur relatif berdasarkan kenampakan
bentuk lembah dalam beberapa tingkatan. Stadium awal ditandai dengan daya kikis
vertikal yang masih besar disebabkan oleh gradien sungai yang masih besar.
Dataran asli baru yang disebabkan oleh pengangkatan dasar laut dan sedimentasi
gunung berapi terbentuk pada stadium ini. Di beberapa tempat terdapat permukaan
sungai dengan lembah yang kecil-kecil. Dapat dikatakan bahwa pada stadium ini
daerah sekelilingnya masih merupakan bentuk antaraliran dan erosi baru.
Stadium muda pembentukan lembah dimulai dengan beberapa
tanda tanda, antara lain:
(1)
daya
kikis vertikal yang kuat akibat gradien yang masih besar menyebabkan penampang
lintang dari lembah berbentuk huruf V;
(2)
daya
angkut aliran air sungai paling besar;
(3)
lebar
bagian bawah lembah dan lebar saluran sungai sama besar;
(4)
dasar
lembah belum merata.
Stadium dewasa lembah sungai mempunyai ciri:
(1) gradien
sungai lebih kecil daripada gradien pada stadium muda;
(2) terjadinya
erosi lateral, dan tidak lagi terjadi erosi vertikal praktis;
(3) lembah
sungai berbentuk U, dengan kedalaman yang lebih kecil daripada ukuran lebarnya;
(4) terdapat dataran banjir (flood plain)
pada lembah sungai dan terbentuknya
kelokan (meander) pada flood plain sungai;
(5) pada
bagian akhir stadium dewasa sungai sudah mengalami pendataran dasar sungai
akibat sedimentasi.
(6) Kualitas
fisik air sungai dan pemanfaatan sungai
Di Pulau Jawa,
terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Tangerang, dan Surabaya, kualitas airnya
cenderung menurun. Adanya perubahan kadar parameter tertentu seperti kadar pH,
kebutuhan oksigen biologi (Biological Oxygen Demand = BOD) dan kebutuhan
oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand = COD) dapat dijadikan petunjuk
terhadap penurunan kualitas air sungai. Parameter BOD dan COD sungai-sungai di seluruh
provinsi di Pulau Jawa yang telah melampaui batas baku mutu yang ditetapkan.
Selain itu, kekeruhan air dan jumlah lumpur yang mencapai 25 ton/tahun pada
sungai-sungai di Pulau Jawa dapat menunjukkan adanya erosi tanah di bagian hulu
sungai.
Nilai ambang batas
pencemaran berhubungan dengan pengaturan terhadap pemanfaatan sungai. Penentuan
manfaat sungai dapat ditentukan oleh kualitas air saat itu. Masyarakat pengguna
dan para pengusaha yang andil dalam terjadinya pencemaran air diharapkan dapat
mengatasi permasalahan kuantitas dan kualitas air. Program yang dilakukan untuk
mengatasi pencemaran air sungai ini adalah program kali bersih (prokasih).
Program ini difokuskan untuk menurunkan jumlah beban zat pencemar yang masuk ke
sungai.
Peranan penting sungai bagi kehidupan
manusia, antara lain:
(1)
untuk
pengairan, misalnya dengan dibuat waduk;
(2)
kaya bahan-bahan bangunan seperti pasir, batu
kali, dan kerikil yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan;
(3)
sebagai
mata pencarian penduduk, seperti pengamjikan pasir dan batu-batu; pencarian
bijih emas, intan, timah aluvial; dan perikanan;
(4)
sumber
pembangkit tenaga listrik dengan memanfaatkan air terjun sungai;
(5)
kandungan
mineral yang terdapat di dalam air sungai dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan
untuk meningkatkan kesuburannya karena unsur-unsur tersebut sangat dibutuhkan
tanaman;
(6)
dataran
aluvial yang subur merupakan hasil pengendapan air sungai;
(7)
bagi kelangsungan suatu industri yang banyak
memerlukan air, seperti industri bata dan genting, sungai mempunyai arti yang
sangat penting;
(8)
untuk
lalu lintas atau transportasi air.
b. Danau
Kumpulan air dalam cekungan
tertentu, yang biasanya berbentuk mangkuk disebut dengan danau. Suplai air
danau berasal dari curah hujan, sungai-sungai, serta mata air dan air tanah.
Danau bersifat permanen atau tetap berair sepanjang tahun. Akan tetapi, jika
sumber air pengisi danau
berasal dari salah satu saja, danau tersebut bersifat sementara atau periodik, sehingga pada waktu tertentu danau tersebut akan kering. Menurut terjadinya, danau dapat dibagi menjadi beberapa jenis sebagai berikut. |
1) Danau Vulkanis
Danau vulkanis
terbentuk akibat adanya aktivitas vulkanis. Depresi vulkanis timbul pada bekas
suatu letusan gunung api. Dasar cekungan yang tertutup oleh material vulkan
tidak tertembus oleh air, sehingga jika terjadi hujan, airnya akan tertampung
dan membentuk danau vulkanis. Bentuk dan luas yang terjadi dipengaruhi oleh
tipe letusan. Pada tipe gunung api maar akan terbentuk danau maar, pada gunung
api dengan letusannya kaldera, akan terbentuk sebuah danau kaldera yang luas.
Contoh danau vulkanis adalah Danau Singkarak di Sumatra Barat.
2) Danau Tektonik
Danau tektonik
terbentuk karena bentuk-bentuk patahan dan slenk yang ditimbulkan oleh gerak
dislokasi (perpindahan lokasi) di permukaan bumi. Slenk yang diapit oleh horst,
di sekitarnya dapat membentuk danau kalau mendapat air dalam jumlah yang cukup
(air hujan, sungai, mata air). Contoh danau tektonik adalah Great Basin di
Amerika Serikat, Danau Nyasa,dan Danau Tanganyika di Afrika Timur.
3) Danau Lembah Gletser
Setelah zaman es
berakhir, daerah-daerah yang dahulunya dilalui gletser menjadi kering dan diisi
oleh air. Danau akan terbentuk jika lembah yang telah terisi air itu tidak
berhubungan dengan laut.
4) Danau Dolina
Danau dolina/dolin
merupakan danau yang terdapat di daerah karst dan umumnya berupa danau kecil
yang bersifat temporer. Danau ini dapat terbentuk jika di dasar dan tebing
dolina terdapat bahan geluh lempung yang tak tembus air, sehingga jika terjadi
hujan airnya tidak langsung masuk ke dalam tanah kapur, tetapi akan tertampung
di dolina terbentuklah danau dolina. Danau dolina dapat juga terjadi karena
adanya air di dalam tanah kapur tinggi.
5) Danau Terbendung/Danau Buatan
Danau ini terbentuk
karena tertahannya aliran air oleh bahan-bahan lepas maupun terikat, misalnya,
runtuhan gunung, moraine ujung dari gletser, dan aliran lava yang membendung
lembah sungai. Waduk atau dam merupakan danau buatan, hasil bendungan manusia,
seperti Waduk Kedung Ombo, Waduk Gadjah Mungkur, dan Waduk Sermo.
6) Danau karena Erosi Sungai
Berdasarkan jenis airnya, danau dapat
dibedakan atas berikut.
1) Danau Air Tawar
Sumber air dari
danau air tawar adalah air hujan. Danau air tawar banyak terbentuk di
daerah-daerah bercurah hujan tinggi atau humid (basah). Danau-danau di
Indonesia sebagian besar merupakan danau air tawar.
2) Danau Air Asin
Danau ini bersifat
temporer. Umumnya danau air asin terdapat di daerah semiarid dan arid.
Penguapan yang terjadi sangat kuat, dan tidak memiliki aliran keluaran. Danau
ini mempunyai kadar garam yang tinggi, sehingga jika danau tersebut kering,
akan tertinggal lapisan garam di dasar danau tersebut. Danau dengan kadar garam
yang tinggi, misalnya, Great Salt Lake, kadar garamnya sebesar 18,6% dan Laut
Mati (Israel), kadar garamnya 32%.
Kondisi Danau di Indonesia
Luas danau di
Indonesia lebih kurang seluas 1,85 juta hektare atau 0,52 persen. Namun,
sebagian besar belum dimanfaatkan secara maksimal. Beberapa danau di Indonesia
sudah tercemar, antara lain, Danau Pluit di Jakarta yang telah tercemar nitrat,
fosfat, klorida, dan sulfat yang sangat tinggi.
Beberapa danau
dapat hilang karena adanya pembentukan delta-delta dan pelumpuran di danau yang
disebabkan adanya erosi, akibat gundulnya hutan di hulu sungai, kemudian
terbawa oleh air yang berakibat pada pendangkalan danau dan hilangnya danau;
gerakan tektonik yang berupa pengangkatan dasar danau; pengendapan jasad hewan
dan tumbuhan yang mati berakibat pada cepatnya pendangkalan danau; penguapan
yang kuat, terutama di daerah arid; banyaknya air yang keluar karena banyaknya sungai-sungai
yang meninggalkan danau yang menimbulkan erosi dasar pada bibir danau,
akibatnya danau dapat menjadi kering dan kehabisan air, atau karena ditimbun
oleh manusia.
Proses sedimentasi
yang cukup tinggi di Rawa Pening (Jawa Tengah), Danau Sentani (Papua), Danau
Tempe (Sulawesi Selatan), Danau Tondano dan Danau Limboto (Sulawesi Utara), dan
Danau Singkarak (Sumatra Barat) harus segera ditanggulangi dengan pengelolaan
dan menjaga hutan di sekitar danau. Cara ini dilakukan untuk menjaga
ketersediaan air dan menghambat pengendapan lumpur yang berlebihan. Selain hal
tersebut, upaya lain yang dapat dilakukan adalah memberikan penyuluhan kepada masyarakat
akan pentingnya menjaga dan mempertahankan kualitas lingkungan yang berupa
hutan, tanah, dan air.
c. Rawa
Daerah di sekitar
sungai atau muara sungai yang cukup besar yang merupakan tanah lumpur dengan
kadar air relatif tinggi. Wilayah rawa yang luas banyak terdapat di Sumatra,
Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Berdasarkan genangan airnya, rawa dibedakan
atas berikut.
1) Rawa yang Airnya Selalu Tergenang
Tanah-tanah di
daerah rawa ini tidak dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Keadaan ini
terjadi karena tanahnya tertutup tanah gambut yang tebal. Selain itu, karena
derajat keasamannya (pH) yang tinggi (mencapai 4,5) yang berwarna kemerah-merahan,
sulit ditemukan hewan yang hidup di rawa ini.
2) Rawa yang Airnya Tidak Selalu Tergenang
Rawa jenis ini
menampung air tawar yang berasal dari limpahan air sungai pada saat air laut
pasang, pada saat air laut surut airnya akan mengering. Derajat keasaman rawa
ini tidak terlalu tinggi karena adanya pergantian air tawar di daerah rawa
masih dapat dimanfaatkan untuk pertanian pasang surut. Adanya pohon-pohon
rumbia merupakan ciri bahwa kawasan rawa memiliki tanah yang tidak terlalu
asam. Rawa dapat dimanfaatkan sebagai berikut:
(1) jika
keasamannya tidak terlalu tinggi, rawa tersebut dapat dijadikan lahan
persawahan dan perikanan;
(2)
sebagai
objek wisata seperti Rawa Pening;
(3)
sebagai
batas alam untuk menangkal masuknya intrusi air laut ke darat.
3. Gambaran Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah aliran
sungai (DAS) merupakan daerah yang terbentuk dari kumpulan sungai dalam suatu
sistem cekungan dengan aliran keluar atau muara tunggal. Daerah aliran sungai
merupakan areal tampungan air yang masuk ke dalam wilayah air sungai.
Pengukuran DAS dapat dilakukan dengan cara menarik garis yang pada titik-titik
tertinggi menghubungkan wilayah aliran sungai yang satu dengan yang lain. Saat
ini ada 36 DAS di Indonesia berada dalam kondisi kritis dengan kerusakan yang sangat
parah. Di bagian hulu sungai sebagian areal hutan telah ditumbuhi banyak semak
belukar dan ada juga yang sudah gundul. Seperti pernah kita lihat adanya
berbagai masalah yang timbul dengan terjadinya banjir bandang di Sinjai,
Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Masalah ini dapat
timbul karena gundulnya hutan di bagian hulu, sehingga tidak mampu menampung
luapan air jika terjadi hujan secara terus-menerus. Demikian juga yang terjadi
di bagian bawah, karena erosi tanah yang terbawa oleh air akan mengendap
sebagai lumpur dan menyebabkan pendangkalan di sungai, waduk, ataupun saluran
air, sehingga ketika terjadi hujan yang terus-menerus air sungai akan meluap dan
terjadilah banjir. Gundulnya hutan merupakan akibat dari penggunaan tanah yang
tidak tepat, seperti sistem perladangan berpindah dan pertanian lahan kering,
tanpa perlakuan konservasi yang tepat dan tidak mengikuti pola tata guna tanah.
DAS banyak dipengaruhi oleh faktor iklim, jenis batuan, dan banyaknya tumbuhan
yang dilalui DAS, dan banyak sedikitnya air yang jatuh ke alur pada waktu
hujan. Bentuk lereng DAS sangat berpengaruh terhadap kecepatan terkumpulnya air
hujan di dalam aliran. Meander, dataran banjir, dan delta adalah bagian dari
DAS. Banyaknya hujan di DAS dapat dihitung dengan cara isohyet dan thiessen.
a. Isohyet, merupakan garis dalam peta yang menghubungkan tempattempat yang
mempunyai jumlah curah hujan yang sama selama satu periode tertentu. Isohyet
digunakan jika luas DAS lebih besar dari 5.000 km2. b. Thiessen,
digunakan kalau bentuk DAS tidak memanjang dan sempit, dengan luas antara
1.000–5.000 km2. DAS dapat dibagi menjadi tiga daerah yaitu daerah hulu sungai,
tengah sungai, dan hilir sungai. DAS di hulu sungai berbukit-bukit, berlereng
curam, banyak digunakan untuk areal ladang sayuran, perkebunan, atau hutan yang
merupakan daerah penyangga dan banyak permukiman penduduk di sekitar aliran sungai.
DAS di bagian tengah sungai, relatif landai, biasa digunakan untuk jalur
transportasi, karena daerahnya yang datar daerah ini merupakan pusat aktivitas
penduduk, seperti pertanian, perdagangan, perindustrian, dan merupakan
pusat-pusat permukiman penduduk. DAS di bagian hilir merupakan daerah yang
landai, subur, dan banyak dimanfaatkan untuk permukiman dan areal pertanian
(misalnya, areal tanaman padi, jagung, dan tanaman kelapa).
4. Potensi Air Permukaan dan Air Tanah
a. Lapisan Tak Kedap
Lapisan tak kedap
adalah lapisan yang mudah tertembus air sehingga air tidak tertahan dan
langsung dapat meresap sampai pada lapisan kedap. Kadar pori lapisan tak kedap
cukup besar, contoh lapisan tembus air ialah pasir, padas, kerikil, dan kapur.
b. Lapisan Kedap
Lapisan kedap ini
adalah lapisan yang tak tembus air. Kadar pori lapisan kedap sangat kecil
sehingga kemampuan untuk meneruskan air juga kecil. Kadar pori merupakan jumlah
pori atau celah pada butir-butir tanah (%). Pada lapisan lempung setelah
mengisap air hingga jenuh air tidak akan terserap lagi sehingga semua air akan
dialirkan atau tetap menggenang. Contoh lapisan kedap, yaitu geluh, napal, dan
lempung.
c. Lapisan Peralihan
Lapisan peralihan
terletak di antara lapisan kedap dan lapisan tak kedap. Lapisan ini merupakan
kombinasi dari dua lapisan tersebut. Keadaan air dan posisi tanah dalam lapisan
tak kedap dapat memengaruhi gerak aliran airnya. Jika lapisan yang kurang kedap
terletak di atas dan di bawah tubuh air, dapat dihasilkan suatu lapisan
penyimpanan air yang disebut air tanah tak bebas. Perbedaan tinggi suatu tempat
dengan daerah tangkapan hujan sangat berperan dalam timbulnya tekanan air tanah
tak bebas. Sumur artesis muncul jika pengeboran dilakukan di daerah yang lebih
rendah daripada permukaan air tanah pada daerah tangkapan hujan. Bagi
daerah-daerah yang kering, beriklim arid (panas) dan semiarid (semipanas),
air artesis mempunyai arti yang sangat penting. Contoh daerah cekungan artesis
di Australia Tenggara, terletak di daerah aliran Sungai Darling dan Sungai
Murray.
5. Penampang Air Tanah
Lapisan batuan
porous merupakan pengikat air tanah freatik dengan jumlah cukup besar.
Kedalaman lapisan freatik tergantung pada ketebalan lapis-lapis batuan di
atasnya. Jika lapisan freatik menjumpai retakan atau patahan, air akan keluar
ke permukaan dan awalnya sering membawa endapan air.
Amatilah penampang lapisan air tanah sebagai
berikut.
Hal-hal berikut ini
sedapat mungkin harus dihindari agar kelestarian air tanah di lingkungan kita
tetap terjaga, hal-hal yang perlu dicegah tersebut, antara lain:
(1) kepadatan
penduduk dan permukiman yang berlebihan pada satu wilayah karena berkaitan
dengan membesarnya konsumsi air tanah;
(2) penggunaan air tanah yang berlebih-lebihan
oleh industri karena akan mempercepat menurunnya volume air tanah;
(3) agar
tidak terjadi perluasan, pemanfaatan air tanah (tawar) di daerah pantai harus
sesuai dengan peraturan;
(4)
pengawasan terhadap penggunaan lahan sepanjang
daerah aliran sungai (DAS);
(5)
perusakan
hutan dan lahan penghijauan menimbulkan tidak seimbangnya tata air;
(6)
pembuangan
atau kontaminasi limbah terhadap air tanah, terutama limbah industri dan
domestik;
(7) tidak
adanya pelaksanaan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), khususnya
terhadap air tanah, terhadap rencana pembangunan.
a. Kegunaan Air Tanah
Kandungan air tanah
yang potensial terjadi karena: (1) tingginya curah hujan, rata-rata lebih dari
2.000 mm/tahun; (2) populasi tumbuhan penutup tanah dan sekitar 75% berupa
lahan kehutanan; (3) terdapatnya beraneka jenis tanaman berperan dalam
memperbesar absorpsi terhadap air permukaan, mengingat Indonesia beriklim tropis.
Air tanah sangat
diperlukan dalam kehidupan manusia. Air tanah merupakan air paling bersih dan
paling sehat untuk minum, masak, mandi, dan cuci. Ini terjadi karena proses
pembentukan air tanah melalui proses penyaringan, pembersihan, dan penetralan
derajat keasamannya.
Air tanah dapat
ditemukan dengan menggali atau mengebor lapisan tanah. Dengan sumur-sumur biasa
ataupun dengan pengeboran atau pembuatan sumur artesis pada air tanah tertekan.
Pada air sungai permanen, salah satu sumber airnya berasal dari beberapa mata
air di daerah hulu aliran sungainya yang masih memiliki hutan yang lebat. Air
sungai permanen dapat dimanfaatkan untuk pengairan, perhubungan, dan objek
wisata, karena pada sungai ini volume airnya relatif tetap. Pembuatan sumur
resapan merupakan salah satu cara untuk menjaga kelestarian air tanah.
Sumur Resapan
Kemarau panjang
sering berdampak negative kepada kehidupan, kekurangan air bersih, kebakaran hutan,
dan lain-lain. Padahal setiap musim penghujan kita mengalami banjir yang juga
membawa kerugian besar. Untuk mengantisipasi kedua hal tersebut sekaligus, kita
perlu membuat sumur-sumur resapan. Untuk di daerah-daerah yang tanahnya masih
luas kita dapat membuat kolam atau empang. Untuk lokasi yang terbatas kita
membuat sumur resapan. Adapun cara membuat sumur resapan cukup mudah. Pertama,
galilah tanah di sekitar rumah, terutama yang berada dekat pompa air atau jet
pump. Kedua, isi lubang secara bergantian dengan pecahan tembok atau batu kali
dan ijuk secara bergantian hingga lubang penuh. Ketiga, pada bagian atas tutup
dengan pasir. Keempat, arahkan curahan air hujan atau air bekas cucian dapur ke
arah lubang, air itu akan meresap ke dalam tanah dan akan menjadi sumber air tanah
bagi lingkunganmu.
6. Penyebab, Dampak, serta Usaha Mencegah
Terjadinya Banjir
Penggundulan hutan
menyebabkan hutan gundul dan tidak bervegetasi. Keadaan ini dapat memperkecil
daya serap air. Jika daerah ini diguyur hujan secara terus-menerus, hanya
sedikit air yang dapat terserap. Akibatnya, air akan meluap dan terjadilah
banjir. Dataran banjir merupakan daerah yang sering tergenang air saat banjir, dapat
terjadi karena pemindahan dan perubahan meander sepanjang lembah sungai serta
adanya hasil pengendapan sedimen pada bekas aliran yang ditinggalkan akan
membentuk suatu lengkungan dataran yang luas, yang kadang-kadang luasnya dapat
jauh lebih besar daripada alur sungainya sendiri. Banjir dapat menimbulkan
dampak kerugian bagi manusia, seperti kerusakan pada rumah, jalan, jembatan,
bahkan dapat mengakibatkan korban jiwa. Jika banjir menerjang persawahan,
menyebabkan gagalnya panen. Contohnya, banjir bandang yang menerjang Sinjai
(Sulawesi Selatan). Banjir ini telah menghancurkan rumah, gedung sekolah,
tempat ibadah, dan menewaskan ratusan jiwa baik manusia maupun hewan. Timbulnya
polusi air dan berbagai macam penyakit akibat bencana banjir berdampak
psikologis bagi korban. Usaha-usaha manusia untuk mengurangi risiko banjir,
antara lain, sebagai berikut:
1)
meningkatkan
daya resapan air, melakukan reboisasi atau penghijauan dan penghutanan kembali
wilayah gundul;
2)
mengurangi
terjadinya erosi, membuat terrasering dan sengkedan pada lahan miring;
3)
menahan
luapan air sungai, membangun tanggul-tanggul;
4)
melakukan
pelurusan sungai dan pengerukan sungai bagian dasar lembah pada musim kemarau;
5)
membuat
terusan saluran air;
6) membuat
bendungan serbaguna untuk menampung dan memanfaatkan air sepanjang tahun;
7) membuat
kanal-kanal sungai, selokan-selokan air, membuat pintu air, membuat
tanggul-tanggul pada tepi kota sepanjang batas aliran sungai di daerah-daerah
perkotaan;
8)
menimbulkan
kesadaran penduduk dalam upaya memelihara lingkungan hidup melalui pendidikan
formal atau nonformal dan melalui media massa. Usaha pencegahan banjir juga
harus dilakukan dengan menggunakan konsep DAS. Perubahan fisik yang terjadi di
DAS akan berpengaruh langsung terhadap kemampuan retensi DAS terhadap banjir.
Retensi DAS dimaksudkan sebagai kemampuan DAS untuk menahan air di bagian hulu.
Perubahan tata guna lahan, misalnya, dari hutan menjadi permukiman, perkebunan,
dan lapangan golf akan menyebabkan retensi DAS ini berkurang secara drastis.
Seluruh air hujan akan dilepaskan ke wilayah hilir. Sebaliknya, semakin besar
retensi suatu DAS semakin baik, karena air hujan dapat dengan baik diresapkan
di DAS ini dan secara perlahan-lahan dialirkan ke sungai hingga tidak
menimbulkan banjir di hilir. Manfaat langsung peningkatan retensi DAS adalah
bahwa konservasi air di DAS terjaga, muka air tanah stabil, sumber air
terpelihara, kebutuhan air untuk tanaman terjamin dan fluktuasi debit sungai dapat
stabil. Retensi DAS dapat ditingkatkan dengan cara, program penghijauan yang menyeluruh
baik di perkotaan/perdesaan atau kawasan lain, mengaktifkan bendungan-bendungan
alamiah, membuat resapan-resapan air hujan alamiah dan pengurangan atau
menghindari sejauh mungkin pembuatan lapisan keras permukaan tanah yang dapat
berakibat sulitnya air hujan meresap ke tanah. Memperbaiki retensi DAS pada
prinsipnya adalah memperbanyak kemungkinan air hujan dapat meresap secara
alamiah ke dalam tanah sebelum masuk ke sungai atau mengalir ke hilir untuk itu
perlu adanya proses pembelajaran sosial yang efektif dan terus-menerus.
sangat lengkap sekali kak nice
BalasHapusEMI
bagus banget kak
BalasHapus